Freeport Ancam Gugat ke Arbitrase, DPR: Kayak di Pasar Saja

Google+ Pinterest LinkedIn Tumblr +

Jakarta - PT Freeport Indonesia mengancam akan menggugat Pemerintah Indonesia ke Arbitrase Internasional. Bila tidak ada kesepakatan dari pemerintah soal nasib investasi dan usahanya di Indonesia.

Mendengar hal itu, Ketua Komisi VII DPR, Gus Irawan Pasaribu, menanggapi dengan bercanda. Dia memandang ancaman yang dilayangkan membuat Freeport seperti preman pasar.

"Masa ancam-mengancam kayak di pasar saja. B to B (kerja sama bisnis) itu tidak ada ancam mengancam. Iya (seperti preman)," tuturnya di Gedung DPR, Jakarta, Senin (20/2/2017).

Kendati begitu, Gus mengatakan, Freeport Indonesia memang berhak untuk melayangkan gugatan ke Arbitrase Internasional, jika dalam masa perundingan dengan pemerintah tidak ada titik temu.

"Kalau tidak sepakat maka penyelesaiannya melalui arbitrase, tidak apa-apa ditempuh saja," imbuhnya.

Bila akhirnya Freeport jadi bertanding dengan Pemerintah Indonesia di Arbitrase Internasional, Gus yakin pemerintah akan mampu menghadapinya. Sebab pemerintah sudah menjalankan kebijakannya sesuai konstitusi yang berlaku.

Dia juga mengatakan, pemerintah sebenarnya juga telah berbaik hati untuk memberikan relaksasi perpanjangan persyaratan pendirian pabrik pemurnian (smelter) hingga awal 2017. Padahal menurut UU Nomor 4 Tahun 2009 perusahaan tambang diwajibkan membangun smelter 5 tahun sejak beleid itu berlaku.


Namun pada 2014 pemerintah memberikan relaksasi dengan mengeluarkan PP Nomor 1 tahun 2014 yang memperpanjang syarat pendirian smelter hingga 3 tahun. Setelah itu habis pemerintah kembali memberikan pelonggaran melalui PP Nomor 1 Tahun 2017 dengan peraturan turunan yang mensyaratkan pemegang Kontrak Karya (KK) mengubah izin menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), jika ingin tetap ekspor konsentrat meski belum bangun smelter.

Akan tetapi perusahaan tambang tetap disyaratkan membangun smelter dalam jangka waktu 5 tahun. Selain itu disyaratkan juga untuk melakukan divestasi saham 51%. Freeport pun masih menolak kebijakan tersebut.

"Saya kira (pemerintah) kuat, kita ini kan negara berdaulat, dan ini bukan keputusan sekarang. Mestinya yurisprudensi melihat yang dulu lahir (UU Nomor 4 2014) pernah enggak ada keberatan. Enggak, enggak ada tuh dibawa ke aebitrase UU kita, berarti kan diterima," kata Gus.

Gus juga memandang Freeport Indonesia tidak memiliki itikad baik karena ancaman pengurangan karyawan. Sebab pemerintah sebenarnya sudah memberikan izin ekspor konsentrat kepada Freeport pada Jumat 17 Februari 2017 kemarin.

"Kalau ada itikad baik dari freeport mestinya izin ekspor yang sudah diterbitkan jalan, enggak ada pengurangan karyawan," tutur Gus Irawan.

Gus juga memandang pemerintah Indonesia sebenarnya sudah berbaik hati kepada Freeport dan perusahaan tambang lainnya. Sebab pemerintah sebenarnya telah memberikan relaksasi perpanjangan persyaratan pendirian pabrik pemurnian (smelter) hingga awal 2017. Padahal menurut UU Nomor 4 Tahun 2009, perusahaan tambang diwajibkan membangun smelter 5 tahun sejak beleid itu berlaku.

Namun pada 2014 pemerintah memberikan relaksasi dengan mengeluarkan PP Nomor 1 tahun 2014 yang memperpanjang syarat pendirian smelter hingga 3 tahun. Setelah itu habis pemerintah kembali memberikan pelonggaran melalui PP Nomor 1 Tahun 2017 dengan peraturan turunan yang mensyaratkan pemegang KK mengubah izin menjadi IUPK jika ingin tetap ekspor konsentrat meski belum bangun smelter.

Akan tetap perusahaan tambang tetap disyaratkan membangun smelter dalam jangka waktu 5 tahun. Selain itu disyaratkan juga untuk melakukan divestasi 51%. Freeport pun masih menolak kebijakan tersebut, yang akhirnya tak bisa melakukan ekspor konsentrat.

"Saya kira cukup bijaklah bahwa saya melihat sisi Freeport sendiri pun faktanya diwajibkan dalam UU kita yang dulu tidak ada yang ribut dengan itu. Itu semua juga paham 2014 sudah harus pengolahan pemurnian. Kalau pemerintah tidak mau cari solusi sektor minerba kita gelap. Nah lahirlah PP No. 1 2017 saya kira itu solusi yang dilakukan pemerintah. Oleh karena itu semua pihak harus menerima," tegasnya. (wdl/wdl)

Editor : -
Wartawan : -
Share.

Comments